Velix Wanggai: Otonomi Khusus Plus untuk Kemuliaan Papua
Jakarta - Revisi Undang-undang Otonomi Khusus Papua dinilai suatu kebutuhan dari rakyat Papua untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi di Bumi Cendrawasih itu. Proses revisi ini bolanya di daerah, karena Presiden SBY menghendaki aspirasi dari bawah.
"Ketika menerima Gubernur Papua, Ketua MRP, dan Ketua DPRP Papua, pada 29 April 2013 lalu, Presiden berpesan perlunya Triple Track Strategy for Papua," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan dan Otonomi Daerah Velix Wanggai, saat berbincang dengan detikcom di Jakarta, Jumat (12/10/2014).
Pertama, Pemerintah memberikan ruang kewenangan yang lebih luas bagi Papua. Hal ini yang dinamakan Presiden sebagai 'Otonomi Khusus Plus'. Konsekuensinya, revisi UU 21/2001 sebagai suatu kebutuhan dalam mengubah kebijakan bagi Papua. Kedua, penyelesaian konflik guna mewujudkan Papua Tanah damai.
"Dalam hal ini, Presiden SBY menekankan penting aspek sosial-budaya dan adat diakomodasi dalam penyelesaian politik. Sedangkan strategi ketiga, Presiden SBY akan terus melanjutkan strategi percepatan pembangunan yang komprehensif dan intensif di tanah Papua," tuturnya.
Dari draft RUU Pemerintahan Otonomi Khusus bagi Provinsi di Tanah Papua, Velix Wanggai menjelaskan revisi ini memuat prinsip percepatan pembangunan, rekognisi hak-hak dasar rakyat, afirmasi kebijakan khusus untuk Papua, redistribusi pembangunan yang adil antara pusat–daerah, maupun prinsip rekonsiliasi.
"Ketika dialog Presiden SBY dan para tokoh pemerintahan Papua di Biak, 24 Agustus 2014 lalu, Presiden menegaskan Aceh dan Papua ini berbeda dengan daerah-daerah lain di tanah air. Karena itu, solusi 'Otonomi Khusus Plus' dianggap oleh Presiden SBY sebagai jalan tengah bagi Papua. Prinsipnya, NKRI tetap tegak dan Merah Putih selalu berkibar di seluruh Tanah Papua," kata Velix.
"Dengan kewenangan yang luas dan kebijakan afirmasi yang berskema khusus, serta dengan dukungan kebijakan fiskal yang proporsional, diharapkan kesejahteraan rakyat Papua berubah lebih baik dalam naungan NKRI, demikian pesan Presiden SBY,"tutupnya.
Sumber: http://news.detik.com/read/2014/09/13/063322/2689261/10/velix-wanggai-otonomi-khusus-plus-untuk-kemuliaan-papua
"Ketika menerima Gubernur Papua, Ketua MRP, dan Ketua DPRP Papua, pada 29 April 2013 lalu, Presiden berpesan perlunya Triple Track Strategy for Papua," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan dan Otonomi Daerah Velix Wanggai, saat berbincang dengan detikcom di Jakarta, Jumat (12/10/2014).
Pertama, Pemerintah memberikan ruang kewenangan yang lebih luas bagi Papua. Hal ini yang dinamakan Presiden sebagai 'Otonomi Khusus Plus'. Konsekuensinya, revisi UU 21/2001 sebagai suatu kebutuhan dalam mengubah kebijakan bagi Papua. Kedua, penyelesaian konflik guna mewujudkan Papua Tanah damai.
"Dalam hal ini, Presiden SBY menekankan penting aspek sosial-budaya dan adat diakomodasi dalam penyelesaian politik. Sedangkan strategi ketiga, Presiden SBY akan terus melanjutkan strategi percepatan pembangunan yang komprehensif dan intensif di tanah Papua," tuturnya.
Dari draft RUU Pemerintahan Otonomi Khusus bagi Provinsi di Tanah Papua, Velix Wanggai menjelaskan revisi ini memuat prinsip percepatan pembangunan, rekognisi hak-hak dasar rakyat, afirmasi kebijakan khusus untuk Papua, redistribusi pembangunan yang adil antara pusat–daerah, maupun prinsip rekonsiliasi.
"Ketika dialog Presiden SBY dan para tokoh pemerintahan Papua di Biak, 24 Agustus 2014 lalu, Presiden menegaskan Aceh dan Papua ini berbeda dengan daerah-daerah lain di tanah air. Karena itu, solusi 'Otonomi Khusus Plus' dianggap oleh Presiden SBY sebagai jalan tengah bagi Papua. Prinsipnya, NKRI tetap tegak dan Merah Putih selalu berkibar di seluruh Tanah Papua," kata Velix.
"Dengan kewenangan yang luas dan kebijakan afirmasi yang berskema khusus, serta dengan dukungan kebijakan fiskal yang proporsional, diharapkan kesejahteraan rakyat Papua berubah lebih baik dalam naungan NKRI, demikian pesan Presiden SBY,"tutupnya.
Sumber: http://news.detik.com/read/2014/09/13/063322/2689261/10/velix-wanggai-otonomi-khusus-plus-untuk-kemuliaan-papua
7 Daerah di Papua Buka Penerbangan Perintis Tahun Ini
Diposting oleh
Unknown
Comments: (0)
Jayapura - Tujuh daerah di Papua membuka penerbangan perintis tahun ini. Ketujuh daerah itu adalah Borome, Dabra, Batom, Karubaga, Luban, Sanggeh dan Dekai.
Kepala Bandara Sentani Herson mengatakan, tujuan pembukaan penerbangan perintis ke sejumlah daerah antara lain untuk membuka keterisolasian. Biasanya kendala penerbangan perintis di Papua adalah faktor cuaca yang tidak menentu dan cepat berubah.
“Ada juga gangguan dari kelompok sipil bersenjata di Papua yang masih melakukan aksi penembakan di daerah pedalaman Papua. Namun dengan berbagai pendekatan, banyak kru-kru maskapai penerbangan yang kembali melakukan penerbangan ke daerah itu,” jelas Herson diruang kerjanya, Rabu (17/9/2014).
Herson melanjutkan, jika penerbangan perintis telah lancar dengan rutinitas penerbangan 1-3 kali setiap minggu, maka status penerbangan perintis akan dicabut dan diganti dengan penerbangan komersil.
Herson berharap sejumlah daerah yang telah memiliki jam penerbangan perintis dapat digunakan dengan baik, sebab ada juga beberapa lapangan terbang yang telah memiliki izin penerbangan perintis, namun tidak dipergunakan dengan baik. Untuk kondisi ini, pemerintah akan mencabut status perintisnya.
“Saat ini banyak juga lapangan terbang yang berubah status menjadai bandara komersil, karena penerbangan perintis telah lancar. Jika penerbangan perintis ini misalnya beberapa daerah telah lancar, maka dana perintis dapat dialihkan ke lapangan terbang yang kecil lainnya untuk membuka isolasi kembali, begitu seterusnya," jelas Herson.
Menurut rencana, pemerintah pusat akan membuka kembali 9-10 penerbangan perintis lainnya di Papua, jika 7 penerbangan perintis ini lancar.
Di Papua, rata-rata pembukaan penerbangan perintis merupakan permintaan para camat atau kepala istrik dan kepala kampung. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan warga setempat.
Sumber: http://news.liputan6.com/read/2106253/7-daerah-di-papua-buka-penerbangan-perintis-tahun-ini
Kepala Bandara Sentani Herson mengatakan, tujuan pembukaan penerbangan perintis ke sejumlah daerah antara lain untuk membuka keterisolasian. Biasanya kendala penerbangan perintis di Papua adalah faktor cuaca yang tidak menentu dan cepat berubah.
“Ada juga gangguan dari kelompok sipil bersenjata di Papua yang masih melakukan aksi penembakan di daerah pedalaman Papua. Namun dengan berbagai pendekatan, banyak kru-kru maskapai penerbangan yang kembali melakukan penerbangan ke daerah itu,” jelas Herson diruang kerjanya, Rabu (17/9/2014).
Herson melanjutkan, jika penerbangan perintis telah lancar dengan rutinitas penerbangan 1-3 kali setiap minggu, maka status penerbangan perintis akan dicabut dan diganti dengan penerbangan komersil.
Herson berharap sejumlah daerah yang telah memiliki jam penerbangan perintis dapat digunakan dengan baik, sebab ada juga beberapa lapangan terbang yang telah memiliki izin penerbangan perintis, namun tidak dipergunakan dengan baik. Untuk kondisi ini, pemerintah akan mencabut status perintisnya.
“Saat ini banyak juga lapangan terbang yang berubah status menjadai bandara komersil, karena penerbangan perintis telah lancar. Jika penerbangan perintis ini misalnya beberapa daerah telah lancar, maka dana perintis dapat dialihkan ke lapangan terbang yang kecil lainnya untuk membuka isolasi kembali, begitu seterusnya," jelas Herson.
Menurut rencana, pemerintah pusat akan membuka kembali 9-10 penerbangan perintis lainnya di Papua, jika 7 penerbangan perintis ini lancar.
Di Papua, rata-rata pembukaan penerbangan perintis merupakan permintaan para camat atau kepala istrik dan kepala kampung. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan warga setempat.
Sumber: http://news.liputan6.com/read/2106253/7-daerah-di-papua-buka-penerbangan-perintis-tahun-ini
Draft Revisi UU Otsus Papua Segera Diajukan ke DPR
Biak - Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan pihaknya
saat ini sedang merampungkan draft revisi UU No 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Papua. Draft itu nantinya akan diserahkan ke Pemerintah
Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri, dan selanjutnya diajukan ke DPR
untuk direvisi.
"Satu minggu ini akan kita selesaikan sejumlah isu-isu krusial dan kita dorong ke DPR. Memang dari sisi waktu sangat singkat. Jikalau dalam waktu singkat ini tidak berhasil kita serahkan ke Pemerintah berikutnya," ujar Gubernur Papua Lukas Enembe saat berbincang dengan detikcom di Biak, Papua, Senin (25/8/2014).
Lukas menjelaskan sejumlah pasal sensitif dalam draft Revisi UU Otsus ini sudah dihilangkan demi terciptanya harmonisasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Salah satunya soal pembentukan Gubernur Jenderal dan Referendum. Bahkan terakhir akan disepakati untuk menghilangkan pasal yang menyangkut partai politik lokal.
"Hal-hal yang berkaitan dengan politik sudah kita hilangkan semua, draft 1 sampai 12 banyak pergolakan luar biasa, karena pasal-pasal bicara politik. Nah, draft 13 ini kita sudah masuk ke pasal-pasal soal kesejahteraan dan pembangunan. Jadi Jakarta (Pemerintah Pusat) harus melihat ini bukan untuk politik, tapi untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua dalam payung NKRI," jelas Lukas.
Menurut Lukas, hampir semua pasal-pasal dalam draft tersebut sudah disepakati oleh Pemerintah Pusat. Namun ada 4 (empat) poin yang hingga saat ini belum menemukan titik temu.
"Satu adalah soal Majelis Rakyat Papua (MRP), Papua menginginkan satu MRP karena MRP lahir untuk satu kesatuan budaya. Papua Barat ingin dua MRP. Dalam satu minggu ini kita harus putuskan. Itu tugas kita," imbuhnya.
Kedua, lanjut Lukas, yakni menyangkut keuangan, dimana Papua mengajukan Dana Otonomi Khusus sebesar 10 persen dari DAU (Dana Alokasi Umum)Nasional, dan usulan Dana Tambahan Otonomi Khusus Infrastruktur sebesar 2 persen dari dana APBN. Sejauh ini, Kementerian Keuangan menawarkan 4 persen untuk Dana Otonomi Khusus untuk Papua
"Presiden sarankan harus win-win solution untuk ini. Kemarin kita rapat, oke kita turunkan tawaran 5 persen seperti itu. Namun, jika Kementerian Keuangan terus bertahan pada 4 persen, ya kita sepakat tapi yang paling moderat sekali adalah 5 persen,”katanya.
Sementara mengenai bagi hasil dari sumber daya alam, khususnya dari pajak PT. Freeport Indonesia, Lukas menambahkan sebelumnya pihaknya mengajukan 90 persen untuk Papua dan 10 persen untuk Pemerintah Pusat, namun hal itu ditolak. Menurut Lukas angka yang paling moderat saat ini adalah 70-30 persen.
"Dari sumber daya alam, pihak Freeport Indonesia kita ajukan 90 persen, harus ada win-win solution tidak bisa Papua ambil semua. Mungkin 70-30, 30 untuk Pusat,"paparnya.
Ketiga, adalah soal partai politik lokal. Menurut Lukas, parpol lokal ini untuk mewadahi masyarakat Papua yang selama ini berseberangan.
"Itu belum sepakat apakah perlu atau tidak," kata Lukas.
Terakhir, soal sektor pembangunan strategis di bidang kehutanan, perikanan, pertambangan dan sumber daya alam lainnya. Namun soal sektor kehutanan, Lukas mengaku diingatkan oleh Presiden SBY agar berhati-hati dalam mengelolanya sebab terkait dengan sorotan dunia terhadap hutan-hutan di Indonesia.
"Karena hutan di Papua ini merupakan paru-paru dunia, kita lepas akhirnya izin sembarang akan menjadi sorotan internasional. Itu yang belum disepakati. Pertambangan dan sumberdaya alam lain juga bisa dibicarakan angka moderatnya. Kalau bisa dalam waktu dekat diputuskan," tutupnya.
Menutup wawancara, Lukas Enembe, mengharapkan RUU Pemerintahan Otonomi Khusus di Tanah Papua dapat menyelesaikan masalah di Papua, dan memajukan kesejahteraan Papua dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Via: Detik.com
"Satu minggu ini akan kita selesaikan sejumlah isu-isu krusial dan kita dorong ke DPR. Memang dari sisi waktu sangat singkat. Jikalau dalam waktu singkat ini tidak berhasil kita serahkan ke Pemerintah berikutnya," ujar Gubernur Papua Lukas Enembe saat berbincang dengan detikcom di Biak, Papua, Senin (25/8/2014).
Lukas menjelaskan sejumlah pasal sensitif dalam draft Revisi UU Otsus ini sudah dihilangkan demi terciptanya harmonisasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Salah satunya soal pembentukan Gubernur Jenderal dan Referendum. Bahkan terakhir akan disepakati untuk menghilangkan pasal yang menyangkut partai politik lokal.
"Hal-hal yang berkaitan dengan politik sudah kita hilangkan semua, draft 1 sampai 12 banyak pergolakan luar biasa, karena pasal-pasal bicara politik. Nah, draft 13 ini kita sudah masuk ke pasal-pasal soal kesejahteraan dan pembangunan. Jadi Jakarta (Pemerintah Pusat) harus melihat ini bukan untuk politik, tapi untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua dalam payung NKRI," jelas Lukas.
Menurut Lukas, hampir semua pasal-pasal dalam draft tersebut sudah disepakati oleh Pemerintah Pusat. Namun ada 4 (empat) poin yang hingga saat ini belum menemukan titik temu.
"Satu adalah soal Majelis Rakyat Papua (MRP), Papua menginginkan satu MRP karena MRP lahir untuk satu kesatuan budaya. Papua Barat ingin dua MRP. Dalam satu minggu ini kita harus putuskan. Itu tugas kita," imbuhnya.
Kedua, lanjut Lukas, yakni menyangkut keuangan, dimana Papua mengajukan Dana Otonomi Khusus sebesar 10 persen dari DAU (Dana Alokasi Umum)Nasional, dan usulan Dana Tambahan Otonomi Khusus Infrastruktur sebesar 2 persen dari dana APBN. Sejauh ini, Kementerian Keuangan menawarkan 4 persen untuk Dana Otonomi Khusus untuk Papua
"Presiden sarankan harus win-win solution untuk ini. Kemarin kita rapat, oke kita turunkan tawaran 5 persen seperti itu. Namun, jika Kementerian Keuangan terus bertahan pada 4 persen, ya kita sepakat tapi yang paling moderat sekali adalah 5 persen,”katanya.
Sementara mengenai bagi hasil dari sumber daya alam, khususnya dari pajak PT. Freeport Indonesia, Lukas menambahkan sebelumnya pihaknya mengajukan 90 persen untuk Papua dan 10 persen untuk Pemerintah Pusat, namun hal itu ditolak. Menurut Lukas angka yang paling moderat saat ini adalah 70-30 persen.
"Dari sumber daya alam, pihak Freeport Indonesia kita ajukan 90 persen, harus ada win-win solution tidak bisa Papua ambil semua. Mungkin 70-30, 30 untuk Pusat,"paparnya.
Ketiga, adalah soal partai politik lokal. Menurut Lukas, parpol lokal ini untuk mewadahi masyarakat Papua yang selama ini berseberangan.
"Itu belum sepakat apakah perlu atau tidak," kata Lukas.
Terakhir, soal sektor pembangunan strategis di bidang kehutanan, perikanan, pertambangan dan sumber daya alam lainnya. Namun soal sektor kehutanan, Lukas mengaku diingatkan oleh Presiden SBY agar berhati-hati dalam mengelolanya sebab terkait dengan sorotan dunia terhadap hutan-hutan di Indonesia.
"Karena hutan di Papua ini merupakan paru-paru dunia, kita lepas akhirnya izin sembarang akan menjadi sorotan internasional. Itu yang belum disepakati. Pertambangan dan sumberdaya alam lain juga bisa dibicarakan angka moderatnya. Kalau bisa dalam waktu dekat diputuskan," tutupnya.
Menutup wawancara, Lukas Enembe, mengharapkan RUU Pemerintahan Otonomi Khusus di Tanah Papua dapat menyelesaikan masalah di Papua, dan memajukan kesejahteraan Papua dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Via: Detik.com
Pembangunan ekonomi dalam wujud Otsus Plus
Inilah Bentuk Upaya Pemerintah Untuk Memajukan Papua |
Jayapura
(26/08) — Kunjungan Presiden dalam
rangka peresmian Sail Raja Ampat ke
Papua dan Papua Barat yang di jadwalkan selama 3 hari, selain itu membahas
kesepakatan antara pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Papua mengenai
pembagian kewenangan untuk pasal-pasal yang menyangkut moneter dan ekonomi yang
akan masuk dalam Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Otonomi Khusus di Papua dan
Papua Barat (Draft Otsus Plus), Senin (25/08).
Didalam
pertemuan tersebut terdapat satu dari empat hal yang di utarakan Gubernur Papua
Lukas Enembe, S.IP, MH., yang sampaikan kepada Presiden saat bermalam di Biak.
“Keempat menyangkut pasal-pasal strategis untuk pembangunan ekonomi di Papua,
terutama kewenangan Pemerintah Daerah dalam hal ini gubernur dalam hal
kehutanan, perikanan, Sumber daya Alam dalam pengertian termasuk pertambangan,
itukan mereka hanya meminta pertimbangan gubernur bukan persetujuan, yang kita
ajukan persetujuan.
Menurut
Presiden, kata Gubernur, mengenai perikanan dan pertambangan masih masuk akal,
tapi tentang kehutanan presiden meminta agar Papua bisa lebih hati-hati, karena
hutan Papua saat ini sedang menjadi sorotan dunia.
“Jadi kehutanan memang beliau sampaikan untuk hati-hati, mana yang menjadi kewenangan daerah dan mana yang menjadi kewenangan pusat, karena ini bisa mempunyai dampak yang luas jika menyangkut kehutanan,”imbuh gubernur.
Untuk mengejar waktu, Gubernur mengaku pihaknya pada hari yang sama setelah pembicaraan dengan presiden, telah menyepakati beberapa hal yang selama ini menjadi sandungan dalam proses harmonisasi di Kementerian dan Lembaga. “Malam juga kita sudah sepakat, mana-mana yang kita setujui, mana yang harus mendapat pertimbangan, dan hal-hal yang tidak bisa sama sekali (diterima) kita kasih ke pusat.
Menurut
Gubernur, Presiden SBY menginginkan dalam waktu satu bulan tim asistensi daerah
dan pihak kementerian dan lembaga telah menyelesaikan proses harmonisasi, dan
empat hal ini harus di clear-kan dalam minggu ini. “Kalau kehutanan memang menjadi persoalan, tapi yang lain tidak ada masalah dan
presiden tidak mempersoalkannya, tapi kehutanan memang harus hati-hati.
Untuk
MRP yang juga masih menjadi batu ganjalan, dimana dari Pemerintah provinsi
Papua Barat menginginkan keberadaan MRP ada di masing-masing Provinsi di Tanah
Papua, namun dari para anggota MRP tetap berkehendak keberadaan MRP hanya satu,
Gubernur pun telah meminta mereka untuk bisa menyelesaikan perbedaan tersebut
pada minggu ini.
Sementara
itu, Gubernur mengaku jika pertemuan dengan Presiden memang dirinya tidak
bicara banyak, tetapi ada empat hal yang ia sampaikan termasuk juga mengenai
pembahasan pasal-pasal ekonomi yang masuk dalam Draft Otsus Plus.
Selain itu masih ada tiga hal lain yang ia sampaikan kepada presiden.
“Pertama kita menyampaikan terimakasih selama sepuluh tahun kepemimpinan, bahkan lebih dari 10 tahun, fokus perhatian beliau terhadap Papua sangat besar. Kita sampaikan terimakasih para Bupati, Muspida semua hadir dan harapan-harapan kita juga kita sampaikan kepada presiden baru,” ujarnya.
“Apa yang sudah baik dilakukan beliau di Papua bisa dilanjutkan oleh Presiden yang baru, terutama kebijakan afermasi termasuk pemahaman terhadap Papua yang melaksanakan UU Otsus, itu kita minta diteruskan ke presiden yang baru,” sambung Gubernur.
Selain itu masih ada tiga hal lain yang ia sampaikan kepada presiden.
“Pertama kita menyampaikan terimakasih selama sepuluh tahun kepemimpinan, bahkan lebih dari 10 tahun, fokus perhatian beliau terhadap Papua sangat besar. Kita sampaikan terimakasih para Bupati, Muspida semua hadir dan harapan-harapan kita juga kita sampaikan kepada presiden baru,” ujarnya.
“Apa yang sudah baik dilakukan beliau di Papua bisa dilanjutkan oleh Presiden yang baru, terutama kebijakan afermasi termasuk pemahaman terhadap Papua yang melaksanakan UU Otsus, itu kita minta diteruskan ke presiden yang baru,” sambung Gubernur.
Kemudian
kami juga menyampaikan terimakasih untuk 10 tahun dibawah kepemimpian Presiden
banyak kebijakan dalam bentuk perhatian serius, regulasi yang sudah banyak
dikeluarkan untuk kepentingan Papua.
Kedua
adalah menyangkut moneter dan keuangan. Disitu, menurut Gubernur, Papua
mengajukan 10 persen dari DAU nasional, 2 persen dari dana infrastruktur dari
dana APBN, dan dari hasil harmonisasi, Departemen Keuangan (Depkeu) tidak
memberi komentar atau apapun, namun sudah ada penawaran 4 persen dan 2 persen
setara DAU, bukan lagi APBN khusus infrastruktur.
“Ini
belum diputuskan oleh Depkeu sehingga dikembalikan ke Presiden, kita laporkan
kemarin dan beliau sarankan harus minggu ini siap. Kemarin kita rapat dan biar
moderat kita turunkan 5 persen, seperti itu. Kalau Depkeu bertahan harus 4
persen ya kita sepakat, tapi kalau mau moderat kami minta 5 persen,” ucap
Gubernur.
Pembangunan Ruas Jalan SP3 Gesa – Batas Waropen Telah Capai 50,30 %
Peran aktif
Kodam XVII/Cenderawasih membantu Pemerintah dalam pembangunan 14 ruas jalan di
Papua sepanjang 120 Km dengan dana 425 Miliar yang dianggarkan dari Program
Unit Percepatan Pembangunan Papua Dan Papua Barat (UP4B), berjalan dengan baik. Pembangunan ruas-ruas jalan tersebut
telah mencapai banyak kemajuan, dimana beberapa ruas jalan telah mencapai 50 % pengerjaan.
Salah satu ruas
jalan tersebut adalah ruas jalan SP3 Gesa - batas Waropen yang berjarak 15 Km. Pengerjaannya
saat ini telah mencapai daerah Baitanasa dari SP3 dengan panjang 8, 15 Km (54,30
%) dari target yang ditentukan. Ruas jalan ini berada pada POP I bagian utara
Kabupaten Sarmi.
Dalam
pembangunan ruas jalan SP3 Gesa - batas
Waropen, Kodam XVII/Cenderawasih mengerahkan 61 personelnya dari Satuan Zeni dengan peralatan dan perlengkapan
yang digunakan berupa Bulldozer D85, Excavator PC 200, Grader, Wheel Loader,
Vib. Roller, Dumptruck, Fulvi, Water
Tank. Untuk akomodasi berupa tenda
bermuatan 1 pleton, bahan makanan untuk bekal 1 bulan dan persenjataan serta
amunisi untuk mengantisipasi gangguan keamanan yang mungkin saja terjadi.
Dari laporan
personel dilapangan kepada Kodam XVII/Cenderawasih, bahwa saat ini para personelnya
sedang mengerjakan perbaikan drainase camp di kanan kiri jalan. Ditengah-tengah
pekerjaan pembangunan ruas-ruas jalan tersebut, aparat TNI juga menyisihkan
waktu dalam membantu masyarakat, contohnya beberapa aparat ada yang membantu
mengajar anak-anak di daerah tersebut, membantu masyarakat membangun desa,
mengadakan pelayanan kesehatan, dan berinteraksi sosial dengan masyarakat.
Namun dalam pelaksanaannya
para personel juga menemui beberapa permasalahan. Permasalahan itu diantaranya serangan penyakit malaria,
hingga masalah sarana dan prasarana seperti terdapat jembatan rusak, keterbatasan
suku cadang untuk peralatan, keterlambatan pendistribusian bahan makanan yang
menggunakan transportasi laut, dan yang terakhir susahnya mendapatkan BBM bila
persedian telah habis. Walaupun demikian, berkat semangat juang yang tinggi
serta keikhlasan dalam melaksanakan tugas mengabdi pada Ibu Pertiwi, permasalahan-permasalahan
yang datang tidak menjadi suatu alasan dalam terus melaksanakan tugas.
Diharapkan dengan
adanya pembangunan ruas-ruas jalan di Papua yang merupakan salah satu program
Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) ini, dapat memberikan
kemudahan kepada masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan ekonomi yang
akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat di Papua. (tc/cen)