Draft Revisi UU Otsus Papua Segera Diajukan ke DPR
Biak - Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan pihaknya
saat ini sedang merampungkan draft revisi UU No 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Papua. Draft itu nantinya akan diserahkan ke Pemerintah
Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri, dan selanjutnya diajukan ke DPR
untuk direvisi.
"Satu minggu ini akan kita selesaikan sejumlah isu-isu krusial dan kita dorong ke DPR. Memang dari sisi waktu sangat singkat. Jikalau dalam waktu singkat ini tidak berhasil kita serahkan ke Pemerintah berikutnya," ujar Gubernur Papua Lukas Enembe saat berbincang dengan detikcom di Biak, Papua, Senin (25/8/2014).
Lukas menjelaskan sejumlah pasal sensitif dalam draft Revisi UU Otsus ini sudah dihilangkan demi terciptanya harmonisasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Salah satunya soal pembentukan Gubernur Jenderal dan Referendum. Bahkan terakhir akan disepakati untuk menghilangkan pasal yang menyangkut partai politik lokal.
"Hal-hal yang berkaitan dengan politik sudah kita hilangkan semua, draft 1 sampai 12 banyak pergolakan luar biasa, karena pasal-pasal bicara politik. Nah, draft 13 ini kita sudah masuk ke pasal-pasal soal kesejahteraan dan pembangunan. Jadi Jakarta (Pemerintah Pusat) harus melihat ini bukan untuk politik, tapi untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua dalam payung NKRI," jelas Lukas.
Menurut Lukas, hampir semua pasal-pasal dalam draft tersebut sudah disepakati oleh Pemerintah Pusat. Namun ada 4 (empat) poin yang hingga saat ini belum menemukan titik temu.
"Satu adalah soal Majelis Rakyat Papua (MRP), Papua menginginkan satu MRP karena MRP lahir untuk satu kesatuan budaya. Papua Barat ingin dua MRP. Dalam satu minggu ini kita harus putuskan. Itu tugas kita," imbuhnya.
Kedua, lanjut Lukas, yakni menyangkut keuangan, dimana Papua mengajukan Dana Otonomi Khusus sebesar 10 persen dari DAU (Dana Alokasi Umum)Nasional, dan usulan Dana Tambahan Otonomi Khusus Infrastruktur sebesar 2 persen dari dana APBN. Sejauh ini, Kementerian Keuangan menawarkan 4 persen untuk Dana Otonomi Khusus untuk Papua
"Presiden sarankan harus win-win solution untuk ini. Kemarin kita rapat, oke kita turunkan tawaran 5 persen seperti itu. Namun, jika Kementerian Keuangan terus bertahan pada 4 persen, ya kita sepakat tapi yang paling moderat sekali adalah 5 persen,”katanya.
Sementara mengenai bagi hasil dari sumber daya alam, khususnya dari pajak PT. Freeport Indonesia, Lukas menambahkan sebelumnya pihaknya mengajukan 90 persen untuk Papua dan 10 persen untuk Pemerintah Pusat, namun hal itu ditolak. Menurut Lukas angka yang paling moderat saat ini adalah 70-30 persen.
"Dari sumber daya alam, pihak Freeport Indonesia kita ajukan 90 persen, harus ada win-win solution tidak bisa Papua ambil semua. Mungkin 70-30, 30 untuk Pusat,"paparnya.
Ketiga, adalah soal partai politik lokal. Menurut Lukas, parpol lokal ini untuk mewadahi masyarakat Papua yang selama ini berseberangan.
"Itu belum sepakat apakah perlu atau tidak," kata Lukas.
Terakhir, soal sektor pembangunan strategis di bidang kehutanan, perikanan, pertambangan dan sumber daya alam lainnya. Namun soal sektor kehutanan, Lukas mengaku diingatkan oleh Presiden SBY agar berhati-hati dalam mengelolanya sebab terkait dengan sorotan dunia terhadap hutan-hutan di Indonesia.
"Karena hutan di Papua ini merupakan paru-paru dunia, kita lepas akhirnya izin sembarang akan menjadi sorotan internasional. Itu yang belum disepakati. Pertambangan dan sumberdaya alam lain juga bisa dibicarakan angka moderatnya. Kalau bisa dalam waktu dekat diputuskan," tutupnya.
Menutup wawancara, Lukas Enembe, mengharapkan RUU Pemerintahan Otonomi Khusus di Tanah Papua dapat menyelesaikan masalah di Papua, dan memajukan kesejahteraan Papua dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Via: Detik.com
"Satu minggu ini akan kita selesaikan sejumlah isu-isu krusial dan kita dorong ke DPR. Memang dari sisi waktu sangat singkat. Jikalau dalam waktu singkat ini tidak berhasil kita serahkan ke Pemerintah berikutnya," ujar Gubernur Papua Lukas Enembe saat berbincang dengan detikcom di Biak, Papua, Senin (25/8/2014).
Lukas menjelaskan sejumlah pasal sensitif dalam draft Revisi UU Otsus ini sudah dihilangkan demi terciptanya harmonisasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Salah satunya soal pembentukan Gubernur Jenderal dan Referendum. Bahkan terakhir akan disepakati untuk menghilangkan pasal yang menyangkut partai politik lokal.
"Hal-hal yang berkaitan dengan politik sudah kita hilangkan semua, draft 1 sampai 12 banyak pergolakan luar biasa, karena pasal-pasal bicara politik. Nah, draft 13 ini kita sudah masuk ke pasal-pasal soal kesejahteraan dan pembangunan. Jadi Jakarta (Pemerintah Pusat) harus melihat ini bukan untuk politik, tapi untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua dalam payung NKRI," jelas Lukas.
Menurut Lukas, hampir semua pasal-pasal dalam draft tersebut sudah disepakati oleh Pemerintah Pusat. Namun ada 4 (empat) poin yang hingga saat ini belum menemukan titik temu.
"Satu adalah soal Majelis Rakyat Papua (MRP), Papua menginginkan satu MRP karena MRP lahir untuk satu kesatuan budaya. Papua Barat ingin dua MRP. Dalam satu minggu ini kita harus putuskan. Itu tugas kita," imbuhnya.
Kedua, lanjut Lukas, yakni menyangkut keuangan, dimana Papua mengajukan Dana Otonomi Khusus sebesar 10 persen dari DAU (Dana Alokasi Umum)Nasional, dan usulan Dana Tambahan Otonomi Khusus Infrastruktur sebesar 2 persen dari dana APBN. Sejauh ini, Kementerian Keuangan menawarkan 4 persen untuk Dana Otonomi Khusus untuk Papua
"Presiden sarankan harus win-win solution untuk ini. Kemarin kita rapat, oke kita turunkan tawaran 5 persen seperti itu. Namun, jika Kementerian Keuangan terus bertahan pada 4 persen, ya kita sepakat tapi yang paling moderat sekali adalah 5 persen,”katanya.
Sementara mengenai bagi hasil dari sumber daya alam, khususnya dari pajak PT. Freeport Indonesia, Lukas menambahkan sebelumnya pihaknya mengajukan 90 persen untuk Papua dan 10 persen untuk Pemerintah Pusat, namun hal itu ditolak. Menurut Lukas angka yang paling moderat saat ini adalah 70-30 persen.
"Dari sumber daya alam, pihak Freeport Indonesia kita ajukan 90 persen, harus ada win-win solution tidak bisa Papua ambil semua. Mungkin 70-30, 30 untuk Pusat,"paparnya.
Ketiga, adalah soal partai politik lokal. Menurut Lukas, parpol lokal ini untuk mewadahi masyarakat Papua yang selama ini berseberangan.
"Itu belum sepakat apakah perlu atau tidak," kata Lukas.
Terakhir, soal sektor pembangunan strategis di bidang kehutanan, perikanan, pertambangan dan sumber daya alam lainnya. Namun soal sektor kehutanan, Lukas mengaku diingatkan oleh Presiden SBY agar berhati-hati dalam mengelolanya sebab terkait dengan sorotan dunia terhadap hutan-hutan di Indonesia.
"Karena hutan di Papua ini merupakan paru-paru dunia, kita lepas akhirnya izin sembarang akan menjadi sorotan internasional. Itu yang belum disepakati. Pertambangan dan sumberdaya alam lain juga bisa dibicarakan angka moderatnya. Kalau bisa dalam waktu dekat diputuskan," tutupnya.
Menutup wawancara, Lukas Enembe, mengharapkan RUU Pemerintahan Otonomi Khusus di Tanah Papua dapat menyelesaikan masalah di Papua, dan memajukan kesejahteraan Papua dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Via: Detik.com
Pembangunan ekonomi dalam wujud Otsus Plus
Inilah Bentuk Upaya Pemerintah Untuk Memajukan Papua |
Jayapura
(26/08) — Kunjungan Presiden dalam
rangka peresmian Sail Raja Ampat ke
Papua dan Papua Barat yang di jadwalkan selama 3 hari, selain itu membahas
kesepakatan antara pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Papua mengenai
pembagian kewenangan untuk pasal-pasal yang menyangkut moneter dan ekonomi yang
akan masuk dalam Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Otonomi Khusus di Papua dan
Papua Barat (Draft Otsus Plus), Senin (25/08).
Didalam
pertemuan tersebut terdapat satu dari empat hal yang di utarakan Gubernur Papua
Lukas Enembe, S.IP, MH., yang sampaikan kepada Presiden saat bermalam di Biak.
“Keempat menyangkut pasal-pasal strategis untuk pembangunan ekonomi di Papua,
terutama kewenangan Pemerintah Daerah dalam hal ini gubernur dalam hal
kehutanan, perikanan, Sumber daya Alam dalam pengertian termasuk pertambangan,
itukan mereka hanya meminta pertimbangan gubernur bukan persetujuan, yang kita
ajukan persetujuan.
Menurut
Presiden, kata Gubernur, mengenai perikanan dan pertambangan masih masuk akal,
tapi tentang kehutanan presiden meminta agar Papua bisa lebih hati-hati, karena
hutan Papua saat ini sedang menjadi sorotan dunia.
“Jadi kehutanan memang beliau sampaikan untuk hati-hati, mana yang menjadi kewenangan daerah dan mana yang menjadi kewenangan pusat, karena ini bisa mempunyai dampak yang luas jika menyangkut kehutanan,”imbuh gubernur.
Untuk mengejar waktu, Gubernur mengaku pihaknya pada hari yang sama setelah pembicaraan dengan presiden, telah menyepakati beberapa hal yang selama ini menjadi sandungan dalam proses harmonisasi di Kementerian dan Lembaga. “Malam juga kita sudah sepakat, mana-mana yang kita setujui, mana yang harus mendapat pertimbangan, dan hal-hal yang tidak bisa sama sekali (diterima) kita kasih ke pusat.
Menurut
Gubernur, Presiden SBY menginginkan dalam waktu satu bulan tim asistensi daerah
dan pihak kementerian dan lembaga telah menyelesaikan proses harmonisasi, dan
empat hal ini harus di clear-kan dalam minggu ini. “Kalau kehutanan memang menjadi persoalan, tapi yang lain tidak ada masalah dan
presiden tidak mempersoalkannya, tapi kehutanan memang harus hati-hati.
Untuk
MRP yang juga masih menjadi batu ganjalan, dimana dari Pemerintah provinsi
Papua Barat menginginkan keberadaan MRP ada di masing-masing Provinsi di Tanah
Papua, namun dari para anggota MRP tetap berkehendak keberadaan MRP hanya satu,
Gubernur pun telah meminta mereka untuk bisa menyelesaikan perbedaan tersebut
pada minggu ini.
Sementara
itu, Gubernur mengaku jika pertemuan dengan Presiden memang dirinya tidak
bicara banyak, tetapi ada empat hal yang ia sampaikan termasuk juga mengenai
pembahasan pasal-pasal ekonomi yang masuk dalam Draft Otsus Plus.
Selain itu masih ada tiga hal lain yang ia sampaikan kepada presiden.
“Pertama kita menyampaikan terimakasih selama sepuluh tahun kepemimpinan, bahkan lebih dari 10 tahun, fokus perhatian beliau terhadap Papua sangat besar. Kita sampaikan terimakasih para Bupati, Muspida semua hadir dan harapan-harapan kita juga kita sampaikan kepada presiden baru,” ujarnya.
“Apa yang sudah baik dilakukan beliau di Papua bisa dilanjutkan oleh Presiden yang baru, terutama kebijakan afermasi termasuk pemahaman terhadap Papua yang melaksanakan UU Otsus, itu kita minta diteruskan ke presiden yang baru,” sambung Gubernur.
Selain itu masih ada tiga hal lain yang ia sampaikan kepada presiden.
“Pertama kita menyampaikan terimakasih selama sepuluh tahun kepemimpinan, bahkan lebih dari 10 tahun, fokus perhatian beliau terhadap Papua sangat besar. Kita sampaikan terimakasih para Bupati, Muspida semua hadir dan harapan-harapan kita juga kita sampaikan kepada presiden baru,” ujarnya.
“Apa yang sudah baik dilakukan beliau di Papua bisa dilanjutkan oleh Presiden yang baru, terutama kebijakan afermasi termasuk pemahaman terhadap Papua yang melaksanakan UU Otsus, itu kita minta diteruskan ke presiden yang baru,” sambung Gubernur.
Kemudian
kami juga menyampaikan terimakasih untuk 10 tahun dibawah kepemimpian Presiden
banyak kebijakan dalam bentuk perhatian serius, regulasi yang sudah banyak
dikeluarkan untuk kepentingan Papua.
Kedua
adalah menyangkut moneter dan keuangan. Disitu, menurut Gubernur, Papua
mengajukan 10 persen dari DAU nasional, 2 persen dari dana infrastruktur dari
dana APBN, dan dari hasil harmonisasi, Departemen Keuangan (Depkeu) tidak
memberi komentar atau apapun, namun sudah ada penawaran 4 persen dan 2 persen
setara DAU, bukan lagi APBN khusus infrastruktur.
“Ini
belum diputuskan oleh Depkeu sehingga dikembalikan ke Presiden, kita laporkan
kemarin dan beliau sarankan harus minggu ini siap. Kemarin kita rapat dan biar
moderat kita turunkan 5 persen, seperti itu. Kalau Depkeu bertahan harus 4
persen ya kita sepakat, tapi kalau mau moderat kami minta 5 persen,” ucap
Gubernur.